Minggu, 11 Oktober 2020

Pengalaman ikut tes PTPN (Perkebunan Nusantara) 2020

Aku mau cerita tentang pengalamanku menjalani tes PTPN, karena aku liat masih sedikit yang nulis tentang ini. Akupun ketika mencari informasi tes PTPN juga kesulitan menemukan tulisan dari peserta tes. Jadi semoga melalui tulisan ini yang mau ikut tes PTPN bisa ngambil pelajaran dan dapat informasi dari tes yang pernah aku jalani.

Bagi yang belum tau, PTPN merupakan BUMN yang bergerak di bidang perkebunan mulai dari pengadaan, pengolahan hingga pemasaran produk. Beberapa tanamannya yaitu kelapa sawit, kopi, karet, teh, tebu, dll. Setauku PTPN punya 14 perusahaan mulai dari Perkebunan Nusantara I sampai  Perkebunan Nusantara XIV dengan Perkebunan Nusantara III sebagai holding company.

Sekarang masuk ke pengalaman tes. Karena pandemi covid-19 semua proses rekrutmen dilakukan secara online. Ketika itu pendaftarannya dibuka dari tanggal 13-19 Juli 2020. Ada 4 posisi yang dibuka yaitu bidang tanaman, bidang teknik/pengolahan, bidang keuangan, dan bidang umum. Untuk lulusan psikologi seperti aku hanya bisa mendaftar di bidang umum. Aku memilih mendaftar di PTPN V Riau dan PTPN II Sumut + Papua.  Berkas-berkas yang dipersiapkan merupakan berkas standar saat melamar kerja, yaitu E-KTP Asli, Ijazah Asli/Surat Keterangan Lulus Asli, Transkrip Nilai Asli, Kartu Keluarga Asli. Semua berkas di upload pada web ppm-rekrutmen melalui akun yang telah kita buat.

Aku dinyatakan lulus seleksi administrasi. Setelah itu lanjut ke tes Intelegensi online 1 Agustus-3 Agustus. Tesnya Cuma setengah hari tapi karena pesertanya banyak maka dibagi ke dalam beberapa gelombang. Tes intelegensi berupa tes verbal, logika, pola bangun ruang dan semacamnya.

Alhamdulillah aku lulus tes intelegensi online. Setelah itu lanjut personality test, tes bidang tugas, dan tes bahasa inggris online. Personality test sama kayak tes kepribadian lainnya cuma pengen tau kita kayak gimana. Untuk tes bidang tugas kita ditanya tentang hal umum mulai dari pengetahuan tenang BUMN, Perseroan Terbatas, basic IT, karyawan, penggajian, undang-undang ketenagakerjaan, keuangan, dll. Tes bahasa inggris seperti tes TOEFL cuma soalnya lebih sedikit. Sejujurnya aku pesimis bisa lolos tes ini karena aku menjawab secara tidak maksimal. Alhasil aku pasrah jika dinyatakan gagal.

11 September aku membuka website dengan rasa pesimis namun aku kaget ternyata aku lulus. Tes selanjutnya adalah wawancara bidang tugas dan FGD. Jadwal testnya dari 12-17 September. Ini adalah pengalaman pertamaku melakukan wawancara bidang tugas dan FGD bahasa Inggris. Jujur aku lebih takut FGD bahasa Inggris karena bahasa Inggrisku yang jelek. Semenjak pengumuman lulus ke tes selanjutnya setiap hari kau rutin belajar FGD dengan menggunakan bahasa Inggris dan mendengarkan video youtube bahasa Inggris untuk menambah kosakata bahasa Inggris.

Lalu tibalah pada hari tes. Tes pertama adalah FGD bahasa inggris online. Aku masuk ke dalam kelompok 6 orang dengan satu instruktur dari Univesitas Muhammadiyah Malang. Sainganku ada yang dari Sumatera utara namun bekerja sebagai asisten peneliti di Jakarta, ada yang dari Aceh, ada yang dari Palembang, dan satu lagi aku ga tau darimana. Kami berenam mengaku baru pertama kali ikut tes FGD bahasa Inggris. Kami disuruh memilih salah satu kartu diantara kartu bertuliskan huruf P,Q,R,S,T. Aku memilih huruf R karena itu awalan namaku. Peserta lain juga memilih R. Akhirnya kartu R dibuka dan isinya adalah studi kasus jika kamu diharuskan bekerja ke tempat terpencil bagaimana caramu meyakinkan ibumu agar kamu diizinkan pergi. Kami diberi waktu 3 menit untuk memikirkan jawabannya. Setelah itu kami diminta untuk menjawab. Ternyata ada satu peserta yang tiba-tiba menghilang dari aplikasi zoom. Aku menduga dia ketakutan dan melarikan diri. Atau bisa saja signalnya bermasalah.

Pertanyaan kedua adalah jika harus memilih bekerja ke tempat terpencil sesuai perintah atasan namun orang tua tidak mengizinkan maka mana yang akan kamu pilih? Orang tua atau atasan? Untuk tes FGD ini aku sarankan kalian harus inisiatif mengajukan diri untuk menjawab pertama. Intinya percaya diri dan ga usah takut salah. Instruktur juga mengatakan ga masalah kalo mau pake 1 atau 2 kata bahasa Indonesia jika benar-benar lupa kosakata bahasa Inggris.

Untuk wawancara bidang tugas dilakukan 2 hari setelahnya. Aku diwawancara oleh pihak PTPN V. Ada 3 orang pewawancara, namun hanya 2 yang mewawancaraiku karena satunya sedang sibuk (tidak tertarik?). pertama wawancara oleh psikolog mengenai pengetahuan alat tes psikologi dan skripsi. Mampus, aku ga baca ini sebelum tes. Iya harusnya lulusan psikologi udah hafal ini, tapi aku lupa istilah-istilahnya. Terus tentang SPSS dan metode penelitian skripsi aku juga udah ga ingat lagi karena aku lemah di statistika jadi gam au inget-inget itu lagi. Alhasil aku mengarang bebas. Parah.

Selanjutnya aku diwawancarai oleh orang yang sepertinya kepala bidang. Aku ditanya alasan gabung PTPN, apa yang bisa aku berikan pada perusahaan, apakah siap jika ditempatkan di tempat terpencil, dan apakah ada rencana lanjut S2. Bapaknya cukup kritis, jawaban standar ga bakalan mempan ama dia, dia terus menggali jawabanku lebih dalam sampai aku kelagapan. Setelah wawancara bidang tugas ini aku ngerasa bodoh banget karena gabisa jawab dengan maksimal. Menurutku ini terjadi karena 2 hal, pertama ini pengalaman petamaku wawancara bidang tugas dan kedua aku terlalu meremehkan sehingga kurang membaca tentang alat tes psikologi dan skripsi. Saranku kalian harus banyak-banyak baca.

Melihat wawancaraku aku udah pesimis banget yakin ga bakalan lolos. Jadi aku ga berharap apa-apa lagi dari PTPN ini. pengumumannya tanggal 22 September dan aku sengaja ga buka pengumumannya karena malas dan udah tau hasilnya. Aku akhirnya buka pengumuman tersebut di awal Oktober dan benar aku ga lolos. Kalo misalkan lolos, tes selanjutnya adalah tes kesehatan dan wawancara direksi yang dilakukan secara offline dan jadwalnya masih akan diumumkan. Tinggal 2 tahap lagi menuju lolos diterima sebagai karyawan. Sedih sih, tapi dari kegagalan ini aku jadi punya pengalaman FGD bahasa Inggris dan wawancara bidang tugas yang pastinya bisa aku gunakan di kesempatan lain. Dan Alhamdulillah Allah memberi aku kesempatan di tempat lain. Mungkin nanti akan aku ceritakan. Sekian dari aku kalo mau tanya-tanya bisa reply. Terima kasih.

Rabu, 23 September 2020

Siapakah Ya’juj Ma’juj?

Teori liar: Ya’juj Ma’juj bukan makhluk lain tapi bangsa manusia juga.

Kenapa? Teknologi udah secanggih ini. satelit, radar, drone, semuanya ada. Bisa dikatakan seluruh kawasan bumi udah dipetakan tapi lokasi bangsa Ya’juj Ma’juj yang terkurung tembok besi masih juga belum ditemukan.

Padahal jumlah Ya’juj Ma’juj ini sangat banyak (jutaan mungkin) karena menurut hadist ketika Ya’juj Ma’juj melewati suatu sungai, sungainya langsung kering karena airnya habis dipakai minum buat mereka. Dengan jumlah sebanyak ini ga mungkin mereka ga terpantau rada/satelit.

Dengan melihat fakta di atas, hanya ada 2 suku bangsa yang kini menjadi 2 negara yang memenuhi persyaratan sebagai Ya’juj Ma’juj. Silakan kalian tebak sendiri.

Senin, 07 September 2020

Duluan mana Nabi Adam atau Manusia Purba?

Pertanyaan tersebut masih sering terlihat di internet. Bagi kalangan akademis tegas menjawab manusia purba yang duluan. Bagi kalangan religius menjawab nabi Adam lah manusia pertama. Bagi yang berusaha netral menjawab agama dan sains ga bisa digabung. Jadi yang mana yg benar?

Bagi saya pribadi agama dan sains bisa sejalan. Sudah banyak ayat-ayat Alquran yang sejalan dengan temuan akademisi. Seperti awetnya mayat fir’aun, ada api di dalam laut, 2 laut yg bertemu dan dpisahkan oleh garis yang jelas, proses pembentukan janin, dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana dengan pertanyaan di awal tadi?

Saya mengambil kesimpulan bahwa definisi “manusia” menurut agama dan sains itu berbeda. Bagi agama, yang dimaksud manusia adalah manusia modern yang bentuk fisiknya seperti kita sekarang. Maka dari itu manusia pertama menurut agama adalah nabi Adam.

Sementara menurut ilmuwan/akademisi manusia berbulu, berjalan bungkuk, berdahi lebar yang hidup 300.000 ribu tahun lalu sudah dikatakan sebagai manusia. Maka bagi mereka manusia purba adalah manusia pertama.

Singkatnya, bagi agama, manusia purba bukan manusia melainkan makhluk lain yang mirip manusia. Tetapi bagi kalangan akdemisi manusia purba sudah bisa disebut sebagai manusia.

Jadi yang mana yang benar? Kedua-duanya benar tergantung kita mengambil sudut pandang yang mana.

Sabtu, 05 September 2020

Pekerjaan Pertama

Kalo ditanya apa pekerjaan pertamamu, aku akan bilang menjadi tim survei PDRB Surabaya. Definisi pekerjaan disini adalah hal yang setelah aku lakukan mendapat fee/gaji. Sebenarnya kalo definisinya seperti itu pekerjaan pertamaku adalah menjadi tim tester masuk SMP Surabaya. Cuma kalo diliat dari ribetnya pekerjaan dan besarnya gaji maka menjadi tim survei PDRB Surabaya adalah pekerjaan pertamaku.

Aku memperoleh pekerjaan tersebut karena rekomendasi kakak tingkatku di kampus. Dia merekomendasikanku kepada lembaga PDPM kampus ITS (aku lupa kepanjangannya). Lembaga PDPM ini merupakan lembaga survei ITS yang ditugaskan oleh pemerintah kota Surabaya untuk melakukan survei produk domestik regional bruto di kota Surabaya. Maka dari itu mereka membentuk tim lapangan dan aku salah satunya. Satu tim lapangan terdiri dari 10 orang dan tiap orang ditugasi ke 10 tempat.

Aku ditugaskan ke 10 tempat untuk melakukan survei. Tempatnya apa aja? Beragam. Mulai dari tempat fotokopi, hotel, restoran, kafe, usaha pertukangan, usaha pertanian, usaha perikanan, umkm, sekolah, kos-kosan, dll. Tugasnya nanya-nanya ke mereka mengenai pendapatan & pengeluaran mereka selama 2 tahun terakhir. Aku diberi tenggat waktu selama 2 minggu lebih sedikit seingatku.

Walaupun keliatannya simpel tapi tidak segampang itu. Banyak kendala di lapangan. Diantaranya tempat usaha yang tidak mau diwawancarai. lokasi yang jauh tersebar di beberapa titik dan alamat yang tidak ditemukan. Aku berkeliling Surabaya Timur dengan sepeda motor. Bisa kebayang lah cuaca panas Surabaya seperti apa. Walaupun “cuma” 10 tempat, tapi karena ada kendala tadi (tidak bersedia diwawancarai/alamat tidak ditemukan) aku harus pergi ke tempat baru yang diberikan oleh tim PDPM. Jadi kalo di total mungkin aku telah pergi ke 20 tempat selama 2 minggu lebih sedikit.

Walaupun begitu, aku belajar banyak dari tugas ini. Mulai dari berkomunikasi, membangun relasi, melatih kemampuan persuasi, mengetahui pojok kota Surabaya, melihat langsung kesulitan bisnis yang dihadapi pelaku usaha, belajar ilmu baru seperti pertanian dan perikanan dari partisipan yang aku temui, dan sabar menghadapi penolakan. Awalnya aku cukup sedih saat menghadapi penolakan tapi akhirnya aku sadar seperti inilah realita dunia. Walaupun kita bermaksud baik tapi tidak semua hal bisa berjalan dengan lancar. Kita akan dihadapkan pada penolakan-penolakan dan kerasnya hidup. Yang bisa kita lakukan adalah terus berusaha dan mencari peluang di tempat lain.

Terakhir yang bikin aku senang adalah gajinya dinaikkan 2 kali lipat dari kesepakatan awal. Itu terjadi karena kakak tingkatku yg juga anggota tim survei lapangan mengusulkan kepada lembaga PDPM ITS mengingat tugas lapangan yang cukup berat. Demikianlah pengalaman kerja pertamaku.

Rabu, 06 Mei 2020

Hal-Hal Penting Selama di Surabaya yang Belum Sempat Diceritakan (Part 2)


      Assalamu’alaikum. Selamat berpuasa bagi yang berpuasa, semoga bisa menjalankan sampai akhir ya dan ibadah puasa kita diterima. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, aku mau cerita beberapa hal penting selama di Surabaya yang belum sempat diceritakan. Kenapa dijudulnya tertulis part 2? Karena di bulan Februari tahun 2016 aku juga udah pernah cerita tentang hal yang sama. Ini merupakan kelanjutan beberapa hal penting yang belum sempat aku ceritakan di part 1.

      Saat ini aku telah kembali ke kampung halaman meninggalkan Surabaya untuk selamanya. Engga deh, becanda. Bukan untuk selamanya, tapi sampai ada tawaran kerja atau hal penting lainnya yang harus aku urus di Surabaya. Aku udah ga ngekos lagi di Surabaya, semua barang-barang udah aku bawa pulang ke Solok (bukan Solo), Sumatera Barat. Kepulanganku yang mendadak ini dikarenakan orang tuaku takut aku ga bisa pulang jika tiba-tiba Surabaya di lockdown menyusul merebaknya virus Corona di Indonesia. Mengenai kepulanganku ini bisa dibaca di tulisan sebelumnya.

      Berada di kampung halaman membuatku kembali memikirkan beberapa hal yang telah aku lalui selama di Surabaya. Banyak pengalaman unik yang berbeda dari yang aku alami di Solok. Berikut ini akan aku ceritakan. Oh ya, sebelum itu, aku kasi tau dulu kalo ini murni pengalaman pribadi. Mungkin bisa berbeda dari yang dialami oleh orang lain. Dan mungkin pengalamanku ini tidak berlaku khusus hanya untuk kota Surabaya saja, bisa saja di kota lain juga mengalami hal yang serupa. Oke, langsung saja:

1. Penamaan Bakwan. Di Surabaya dan beberapa daerah di Jawa Timur, bakwan disebut sebagai ote-ote. Di Malang namanya berbeda lagi menjadi Weci/Heci. Padahal selama ini aku mengira “bakwan” adalah satu-satunya sebutan di seluruh Indonesia untuk gorengan yang terbuat dari sayuran dan tepung terigu ini. Awal berada di Surabaya, ketika aku membeli gorengan, penjualnya sering kebingungan ketika aku bilang bakwan.

Aku: “mas, tahu sama bakwannya campur 5000 ya”
Penjual: “tahu sama apa mas?”
Aku: “tahu sama bakwan”
Penjual: “bakwan? Ga ada bakwan mas”
Aku: “lah, itu apa? (sambil menunjuk bakwan)”
Penjual: “oh itu ote-ote mas”
Aku: “ya udah, beli itu aja mas”

      Itu trauma pertamaku membeli gorengan. Semenjak saat itu ketika membeli gorengan aku selalu bilang “beli yang ini mas” sambil menunjuk bakwan, karena aku kurang yakin dengan penamaan ote-ote, takut salah sebut. Di kemudian hari aku baru dijelaskan mengenai penamaan ote-ote dan weci oleh temanku.

2. Air minum di warung/rumah makan. Jika kita berkunjung ke warung makan mulai dari yang kaki lima hingga sekelas restoran di Solok atau Sumatera Barat umumnya di meja makan telah disediakan satu teko berisi air putih/mineral dan beberapa gelas. Pengunjung bebas mengambil minuman tersebut dan meminta tambah jika air di teko telah habis. Berbeda dengan yang aku alami di Surabaya. Pemilik warung/restoran tidak menyediakan hal tersebut di meja makan. Jika mau minum, kita harus memesan ke pelayan/pemilik warung. Dan sangat jarang bahkan terkesan aneh jika seseorang memesan air putih/mineral ke pelayan.
      Ketika baru di Surabaya, aku makan di sebuah tempat. Lalu pelayannya bertanya mau minum apa, aku jawab air putih (yang aku maksud air mineral). Pelayannya tampak heran bercampur kaget dari raut wajahnya. Dan semakin aku perhatikan, tidak ada pengunjung yang memesan air putih. Rata-rata memesan es teh atau es jeruk. Dari situ aku tau kalo air putih bukanlah hal lumrah yang dipesan ketika makan. Padahal bagi anak kos cukup mengeluarkan biaya juga kalo harus memesan es teh atau es jeruk setiap makan. Dan bukan hal yang baik juga untuk kesehatan kalo terus-terusan minum es teh atau es jeruk ketika makan. Tapi lama-lama aku terbiasa juga memesan es teh atau es jeruk.
      Pernah juga aku memaksa memesan air putih di suatu tempat, dan saat membayar air putih yang aku pesan itu dikenai biaya seribu rupiah. Tapi bagi pengunjung yang ingin air putih/mineral rata-rata di beberapa warung menyediakan air mineral kemasan (yang tetap harus dibayar).

3. Tidak ada hujan selama 6 bulan! Ini hal yang membuat aku sangat kaget ketika berada di Surabaya. Di Solok, walaupun musim kemarau sekalipun, seengganya akan tetap turun hujan sekali dalam 10 hari. Hujan tidak turun selama 1,5 bulan saja orang-orang sudah melaksanakan sholat isitisqa (sholat minta hujan). Sementara di Surabaya 6 bulan lebih tidak hujan dan orang-orangnya masih santai saja. Mungkin karenaa faktor geografis juga ya. Aku masih ingat hujan pertamaku di Surabaya. Saat itu awal bulan Desember. Aku dan angkatanku berlatih untuk penampilan angkatan. Gerimis kecil turun dan aku membiarkan tubuhku dibasahi oleh rintik hujan. Temanku memintaku untuk berteduh namun aku memilih untuk berdiri sedikit lebih lama lagi dibawah tetesan air. Aku tidak menyangka nikmat hujan begitu indahnya.

4. Perbedaan arti kata. Di Solok dan Sumatera pada umumnya kalo ngomong “siap” itu konteksnya udah selesai. Tapi kalo di Surabaya “siap” itu artinya baru mau diselesaikan.

Temanku: “Rey, gimana tugas m
ind map Sejarah dan Aliran Psikologimu?”
Aku: “iya, udah siap nih”
Temanku: “oh, baru mau dikerjakan? Okedeh”
Aku: “enggaa.. udah siap kok”
Temanku: “iya iya, baru mau dikerjakan kan? Paham kok”
Aku: “Bukann.. dibilangin udah siap!”
Akhirnya kami baku hantam.

Hal yang sama juga terjadi saat aku bilang ingin beli bensin untuk sepeda motor.
Teman: “mau kemana?”
Aku: “beli minyak”
Teman: “hah minyak? Minyak goreng? Bensin kali”
Aku: terdiam…
Untuk yang satu ini aku akui kalo penyebutan orang Solok itu salah. Bensin lebih tepat.

Untuk minuman, jika di Surabaya disebut es teh, maka di tempatku disebut teh es. Mana yang lebih tepat kira-kira? Es yang dberi teh atau teh yang diberi es?

      Perbedaan lainnya adalah dalam penyebutan nama barang. Jika ditempat asalku alat untuk penjepit kertas berisi logam berbentuk huruf U disebut klip maka di Surabaya disebut staples. Akhirnya daripada rancu, setiap meminta staples ke mas fotokopi aku langsung memperagakannya dengan gerakan tangan. Di Surabaya klip itu adalah alat penjepit kertas lainnya seperti gambar di bawah.


Barusan aku cek di kbbi penyebutan staples yang benar adalah stapler. Sementara staples itu adalah isiannya.

5. Hal yang aku sesalkan di Surabaya adalah sulit sekali menemukan martabak mesir. Jikapun ada biasanya harganya lebih mahal daripada di Solok. Sepertinya semakin ke Timur Indonesia semakin susah menemukan martabak mesir. Padahal martabak mesir menurutku adalah martabak yang harus kalian coba minimal sekali seumur hidup karena rasanya yang begitu enak. Aku bahkan mau menjadi duta martabak mesir supaya makanan ini lebih dikenal lagi di wilayah timur :D
      Bedanya apa dengan martabak telur? Untuk bumbu daging martabak telur umumnya lebih sederhana, yakni bawang bombay, bawang putih, dan garam-merica secukupnya. Sedangkan bumbu daging martabak mesir adalah bawang merah, bawang putih, pala, lengkuas, jahe, jintan, bunga lawang, daun atau bubuk kari, daun salam, dan bahkan santan. Salah satu keunikan lain yang membedakan citarasa keduanya adalah bahan minyaknya. Martabak telur umumnya menggunakan minyak kelapa untuk menggoreng martabak, sedangkan martabak mesir pakai margarin atau minyak samin. Hal unik lainnya dari martabak mesir yang bikin lezat adalah kuah cukonya yang terdiri dari potongan bawang bombay, cabe rawit dan tomat. Di Surabaya aku baru menemukan martabak mesir di restoran sederhana. Harganya kurang lebih 40 ribuan. Kalo kalian tau tempat lain di Surabaya yang menyediakan martabak mesir silakan komen dibawah yaa..

Sabtu, 04 April 2020

Pengalaman Pulang Kampung Saat Wabah Corona

          Jadi hari ini aku mau cerita pengalamanku pulang ke Solok (Sumatera Barat) di tengah wabah Corona. Mungkin banyak juga yang penasaran gimana sih kondisi bandara saat wabah ini? Segawat itukah? Amankah untuk pulang? Semoga tulisan ini bisa menjawab rasa penasaran kalian.

       Aku pulang ke Solok hari Rabu tanggal 1 April. Kondisi Surabaya saat itu beberapa jalan utama sudah ditutup dan kabarnya ada pemeriksaan kendaraan di perbatasan kota. Dari kosku di daerah Gubeng menuju bandara Juanda Alhamdulillah lancar. Ga ada pemeriksaan juga yang aku temui. Kondisi bandara masih lumayan rame menurutku, walaupun memang lebih sedikit dari yang biasanya aku temui. Ketika masuk pintu keberangkatan ada pengecekan suhu tubuh sama penyemprotan disinfektan. Terus ketika check-in dikasi surat kesehatan yang isinya data diri, riwayat perjalanan kita selama 14 hari yang lalu sama gejala yang sakit yang sedang kita derita saat ini (kayak demam, batuk, dll).
   
      Surat kesehatan ini nantinya kita serahkan di bandara tujuan. Suratnya berwarna kuning dan terdiri dari 2 lembar karena aku harus transit dulu di bandara Halim Perdanakusuma Jakarta.  Jadi nanti di Halim sama BIM (Bandara Internasional Minangkabau) aku nyerahin masing-masing satu lembar surat kesehatan. Surat kesehatannya bisa kita isi sendiri di ruang tunggu, jadi ga harus diisi langsung di counter check-in. Aku sarankan kalian bawa pulpen biar bisa ngisi surat kesehatannya.
      
      Di ruang tunggu bandara, satu kursi di sebelah kiri dan kanan kita dikosongkan sebagai upaya physical distancing. Pihak bandara juga aktif mengumumkan kalo ada yang kurang enak badan bisa melapor ke petugas. Selain itu ada beberapa tim medis juga yang berjaga.
       
       Di pesawat ga ada pengosongan kursi, jadi tetap diisi penuh seperti biasa. Nyampe bandara Halim sebelum masuk bandara ada penyemprotan disinfektan lagi sama pengecekan suhu tubuh. Sayangnya ga ada petugas yang meminta lembar surta kesehatan. Aku inisiatif aja ngasih surat kesehatan tersebut ke salah satu petugas disana.
       
      Baik di bandara Halim maupun Juanda hampir semua orang memakai masker. Sesampainya di BIM Padang ada petugas yang meminta surat kesehatan yang telah kita isi sebelumnya. Sebagian besar penumpang dari Halim ternyata belum mendapat surat tersebut. Jadi mereka harus mengisi surat tersebut di BIM. Aku beruntung karena dari Surabaya telah mendapat surat tersebut. Jadi ga perlu mengantri lama. Setelah itu ada penyemprotan disinfektan lagi. Cuma ga ada pemeriksaan suhu tubuh. Tetapi kata temenku pemeriksaan suhu tubuhnya dilakukan secara otomatis dengan menggunakan alat.

      Setelah keluar bandara ada pemeriksaan mobil oleh polisi. Ditanya darimana dan tujuan kemana. Antriannya sangat panjang dan memakan waktu cukup lama. Nyampe rumah ga ada pemeriksaan dari nagari (desa). Tetapi kata temenku kita sebaiknya lapor ke pihak nagari. Aku inisiatif aja isolasi mandiri selama 2 minggu di rumah. Sekian.

Rabu, 18 Maret 2020

Bicara Takdir


      Saat awal tiba di Surabaya dulu untuk kuliah aku khawatir hanya aku satu-satunya mahasiswa asal Minang di angkatanku. Karena aku masih baru berada di Surabaya aku khawatir tidak bisa beradaptasi. Makanya aku ingin juga ada mahasiswa Minang selain diriku yang seangkatan. Alhamdulillah, ternyata ada dua orang lagi teman seangkatanku yang asal Minang. Dan angkatan satu tahun dibawahku ternyata tidak ada yang asal Minang. Ini semakin menguatkanku bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan di dunia ini. Pastilah ada suatu kekuatan Maha Besar yang mengatur dunia ini. Dalam hal ini yaitu Allah. Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah mengetahui kondisi setiap hambanya.

      Kenapa aku bisa bilang begini? Karena banyak sekali kejadian disaat aku terdesak, tidak punya pilihan lain dan tidak bisa meminta bantuan kepada siapapun juga selain Allah, selalu saja ada jalan keluar yang tidak disangka-sangka. Aku yakin kalian juga mengalami hal ini. Hal-hal semacam ini hendaknya memperkuat keimanan kita bahwa setiap gerak-gerik langkah kita diperhatikan oleh Allah. Hendaknya kita jangan merasa sedih karena sendirian, karena Allah bersama kita. Jangan pernah berputus asa akan rahmat Allah.

      Ada kalanya kita mengalami hal yang tidak kita inginkan dan seakan Allah meninggalkan kita. Kita tetap harus berbaik sangka kepada Allah. Sekali lagi, jangan pernah berputus asa akan rahmat Allah. Memang, hidup ini berat. Tapi, hidup tanpa Allah itu lebih berat.


Jumat, 13 Maret 2020

WISUDA


7 Maret 2020. Alhamdulillah akhirnya wisuda. Sempat hampir ga yakin bisa wisuda di periode ini karena sampai h-1 batas pengumpulan berkas, jurnalku masih belum selesai. Di psikologi UNAIR, kami diwajibkan untuk membuat jurnal sebagai syarat untuk yudisium. Namun jurnalku masih belum disetujui oleh pihak UP3 (semacam bagian publikasi jurnal fakultas) hingga h-1. Alhamdulillah aku dibantu bu Neny wakil dekan 1 yang menyarankan jurnalku dipublikasikan diluar saja. Dan Alhamdulillahnya lagi tepat hari H pengumpulan jurnalku disetujui oleh UP3. Akhirnya aku memilih untuk publikasi melalui UP3 saja. Tanggal 23 Januari 2020 akhirnya aku dinyatakan lulus atau istilahnya disebut yudisium.
Aku punya waktu kurang lebih 1,5 bulan sampai wisuda. Selama itu aku mencoba melamar ke beberapa perusahaan. Itu bisa kulakukan karena surat keterangan lulus telah aku peroleh dari fakultas. Satu hal lagi yang aku syukuri karena bisa wisuda di periode Maret ini adalah aku bisa segera mencari kerja. Jika mundur lebih lama lagi, aku takut terlalu tua untuk memenuhi syarat administrasi lamaran kerja. Rata-rata yang aku baca mereka meminta usia maksimal adalah 25 tahun.
Sempat terpikir supaya papa dan mama tidak usah datang ke acara wisuda karena menurutku acaranya hanya formalitas belaka. Yang penting aku telah lulus. Untuk foto-foto bisa dilakukan di Padang saja. Namun itu tidak kusampaikan kepada mereka karena aku juga memikirkan ini momen sekali seumur hidup. Tidak ada salahnya dihadiri orang tua.
Orang tuaku datang tanggal 6 Maret. Koper mamaku pecah karena kelalaian petugas bagasi bandara. Akhirnya aku meminjamkan koperku. Kemudian kami pergi mencari kemeja untuk dipakai besok. Jum’at, tanggal 6 Maret aku dan orangtuaku mengikuti acara yudisium di Fakultas Psikologi. Seusai acara kami menyempatkan diri bertemu Bu Nurul (Dekan) dan Bu Neni (Wakil Dekan 1) untuk mengucapkan terima kasih dan berfoto bersama. Mama juga sempat mencoba hidangan rawon yang disajikan fakultas saat itu. Ternyata beliau tidak menyukainya. Padahal dari hari kedatangan di Surabaya, beliau selalu bilang ingin mencicipi rawon.
Keesokan harinya, pukul 06:30 kami menuju kampus C UNAIR, tempat upacara wisuda berlangsung. Upacara wisudanya mulai pukul 8 pagi. Isi acaranya kurang lebih sambutan-sambutan, pemanggilan wisudawan, dan pemberian hadiah untuk mahasiswa berprestasi. Untuk periode ini, lulusan dari Fakultas Psikologi berjumlah 120 orang yang terdiri dari doktor, magister, dan sarjana. Aku cukup kaget karena ternyata tidak ada prosesi pemindahan tali toga seperti yang aku bayangkan selama ini. Selesai acara mama langsung menangis memelukku. Aku bisa memahami perasaan beliau. Dengan banyaknya drama yang berlangsung selama ini pasti beliau merasa haru dan lega. Mungkin ini curahan perasaannya yang ditahan selama ini. papa memeluk dan mencium pipiku. Kepada mereka berdua aku ucapkan terima kasih. Kemudian kami berfoto bersama. Aku lalu minta izin menemui teman-temanku diluar. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah datang dan memberiku hadiah wisuda.
Diawal tadi aku sempat bilang kalau kepikiran bagaimana kalau orangtuaku tidak usah datang saja ketika wisuda. Namun aku tarik kembali pikiranku itu. Aku bahagia mereka bisa datang dan menyaksikan prosesi wisudaku. Aku bisa seperti sekarang ini karena usaha dari mereka. Aku juga berterima kasih kepada Oma di kampung halaman dan kepada adik-adikku. Juga kepada Opa yang telah berpulang. Aku cukup sedih beliau tidak bisa melihat wisudaku. Namun aku harap beliau bisa bahagia disana.
Selepas wisuda ini aku berencana mencari kerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke S2. Orang tuaku ingin aku langsung S2, namun aku ingin istirahat dahulu dari dunia perkuliahan dan mencoba bekerja. Umurku yang juga sudah tua membuatku ingin bekerja dulu. Aku takut kesulitan mendapatkan peerjaan nantinya dengan tidak adanya pengalaman yang kumiliki jika aku langsung lanjut S2. Saat ini aku fokus memperbaiki bahasa Inggrisku dan memperdalam pengetahuan psikologi industri dan organisasi karena aku ingin bekerja dibidang HR (Human Resources).
Maaf kalau tulisanku terkesan kaku karena aku hanya menyampaikan intinya saja. Aku tidak ingin tulisanku jadi terlalu panjang.

Rabu, 04 Maret 2020

Cerita Seputar Sidang Skripsi

18 Desember 2019. Hari dimana aku sidang skripsi. Alhamdulillah setelah perjuangan begitu lama akhirnya aku bisa sidang skripsi. Kilas balik ke waktu sebelumnya, ke masa penghujung semester 8. Saat itu aku sangat sedih karena tidak bisa sidang tepat waktu. Aku sempat down melihat teman-teman yang sudah lulus duluan. Namun aku sadar, kalau aku hanya bersedih, skripsiku tidak akan selesai. Aku harus melangkah maju. Aku harus lulus secepatnya supaya tidak terus-terusan membebani orang tua. Sangat merugikan rasanya membayar uang kuliah 6 juta rupiah hanya untuk mata kuliah skripsi.
Dalam satu semester, ada 2 kali pengumpulan sidang skripsi. Untuk periode ini, yang pertama jatuh pada tanggal 16 September dan yang kedua pada tanggal 25 November. Aku berniat mengubah judul skripsiku dan memulai kembali dari awal karena skripsi sebelumnya tidak cukup meyakinkan. Namun hingga tanggal 16 September aku masih belum menyelesaikannya. Aku kembali melewatkan waktu pengumpulan skripsi. Aku sangat sedih dan tertekan saat itu. tinggal satu kesempatan terakhir untuk pengumpulan skripsi, yaitu tanggal 25 November. Aku berhenti dari pekerjaan freelanceku sebagai tim survei ITS dan fokus mengerjakan skripsi. Aku kembali menggunakan judul skripsi yang lama, yaitu skripsi yang aku kerjakan di semester 8 karena waktunya telah mepet.
Aku meminta bantuan Naya, Khansa, dan Sanie untuk analisis data SPSS. H-2 pengumpulan aku masih mengolah data SPSS. Aku sempat was-was apakah akan sempat untuk mengumpulkan. Alhamdulillah, H-2 skripsiku disetujui oleh dosbing walaupun masih ada bagian yang kurang. Hari pengumpulan skripsi akhirnya aku mengumpulkan skripsi yang telah aku kerjakan. Namun beberapa kali masih aku revisi karena masih ada bagian yang belum lengkap.
Akhirnya hari itu tiba. Hari Rabu, tanggal 18 Desember 2019 aku sidang. Ketua penguji adalah bu Dewi, sekretaris pak Ayok dan penguji ketiga yaitu dosbingku sendiri prof Chol. Aku meminta bantuan Naya untuk menjadi notulenku. Pagi sebelum sidang aku mual-mual karena stress. Saat aku sampai di ruangan sidang ternyata prof Chol telah berada disana. Aku kaget. Tumben banget dosen penguji datang duluan dibanding mahasiswa yang akan diuji. Setelah mengobrol aku akhirnya tau kalau prof Chol mengira bahwa akan ada sidang mahasiswa lain sebelum aku. Ternyata jadwalnya telah diganti dan prof Chol tidak tau. Saat mengobrol dengan prof Chol sol sepatu kananku lepas. Aku segera terpikirkan apakah ini pertanda buruk. Namun aku membuang jauh-jauh pemikiran itu.
Aku dijadwalkan sidang jam 10 namun jam 10 lewat dua dosen penguji lainnya juga belum datang. Aku sempatkan membaca materi kembali dan berlatih menjawab pertanyaan dengan Naya. Pukul 10.20 dua dosen penguji lainnya datang. Aku segera menghidangkan botol air mineral kepada ketiga penguji. Saat akan menyalakan proyektor, timbul masalah. Proyektornya ga bisa nyala. Aku panik. Ini salahku juga tidak mengecek dan menyalakan proyektir terlebih dahulu sebelum penguji tiba. Aku takut akan dimarahi dosen penguji. Tapi mereka Cuma bilang gapapa. Akhirnya aku minta tolong Naya memanggil karyawan fakultas. Setelah karyawan fakultas datang proyektornya bisa menyala. Akupun memulai presentasi selama 15 menit dengan kondisi sol sepatu kanan yang lepas. Setelah presentasi, saat-saat yang horror tiba. Waktunya pertanyaan oleh penguji. Diawal aku sempat keringatan hingga ditanya oleh dosen penguji, “Acnya ga nyala ya kamu sampai keringetan begitu”. Aku menjawab tidak ini hanya karena aku gugup saja. Setelah beberapa saat aku mulai bisa mengatasi keadaan dan bersikap tenang. Pertanyaan dari Bu Dewi paling banyak berkisar tentang bab 1 dan bab 4. Kemudian dilanjut pertanyaan oleh pak Ayok tentang bab 5. Sementara prof Chol hanya memberi saran dan tidak memberi pertanyaan. Hal itu cukup membuatku heran karena prof Chol pernah bilang kalau saat sidang beliau akan memposisikan dirinya sebagai penguji dan tidak akan membantu sama sekali mahasiswa bimbingannya. Lumayan banyak pertanyaan yang tidak bisa kujawab. Sidang selesai pukul 12 lewat. Setelah itu aku diminta menunggu diluar supaya penguji bisa berdiskusi.
Diluar aku menyampaikan kekhwatiranku kepada Naya. Dia bilang gapapa yang penting udah usaha maksimal. Setelah itu aku dipanggil kembali ke dalam dan bu Dewi menyatakan aku lulus. Aku hampir tidak percaya ketika itu. aku sangat senang namun berusaha menyembunyikan kebahagiaanku dan hanya menjawab lirih “terima kasih Bu”. Lalu aku menyalami semua dosen penguji. Dan merekapun keluar. Naya mengucapkan selamat kepadaku. Setelah itu datang masuk ke ruangan teman-teman BEM Departemen Kastra. Aku kaget mereka datang. Karena aku sama sekali tidak mengundang dan tidak menginginkan siapapun datang ke sidangku. Hal ini ada alasannya. Sidangnya mahasiswa bimbingan prof Chol itu kemungkinan lulusnya cuma 50%. Berbeda dengan sidang lain yang kemungkinan lulusnya tinggi. Sudah banyak yang menjadi korbannya di semester kemaren. Makanya aku berhati-hati mengerjakan skripsi dan juga tidak mengundang siapapun untuk datang saat sidang. Akan sangat memalukan bagiku jika tidak lulus sidang dan disaksikan oleh teman-temanku.
Tapi ternyata teman-teman BEMku datang. Teman kosku, Tupe, juga datang. Padahal aku bilang ke Tupe kalo mau datang pas wisuda aja karena sidang dengan prof Chol kemungkinan lulusnya Cuma 50%. Nyatanya dia tetap datang pas sidang. Di sisi lain aku juga bahagia karena  ada yang datang, jadinya sidangku ga sepi-sepi amat dan ada kenangan yang bisa diabadikan. Aku kemudian memberi Naya bingkisan jajanan karena dia telah membantuku dengan menjadi notulen. Teman-teman BEM menghadiahiku selempang/selendang yang terbuat dari Indomie berbagai varian. Kami kemudian berfoto di patung depan fakultas. Setelah itu aku pulang ke kos. Di kos aku menelpon orang tua untuk mengabari aku lulus. Aku kemudian tidur siang karena lelahnya. Saat bangun rasanya badanku sedikit demam. Ini sepertinya karena stress sidang. Dan ternyata teman-temanku yang selesai sidang juga mengalaminya. Masih ada revisi, namun aku lega atas kelulusan sidangku. Alhamdulillah.