Sabtu, 28 Januari 2017

Pendakian Gunung Talang





Assalamu’alaikum gengs…
Hari ini aku sedikit mau flashback ke saat pendakian ke gunung Talang. Udah agak lama sih sebenernya, tanggal 6-7 Agustus 2016. Tapi sayang rasanya kalo kisah perjalanan aku dan teman-teman ketika itu dilewatkan. Sejujurnya, memoriku tidak cukup baik. Aku berusaha mengingat secara detail anteseden, behavior hingga consequence petualangan tersebut. Semoga ga ada yang kelupaan.
Ini semua berawal dari libur semester genap. Libur semester genap selalu dimanfaatkan oleh teman-teman SMA ku untuk pulang kampung. Sebenernya, libur semester ganjilpun mereka pulang. Tapi karena libur semester genap selalu diiringi dengan libur hari raya maka lebih banyak yang pulang.
Liburan kali ini tak ada niatan untuk mendaki gunung. Rasanya pengen istirahat sejenak dari kegiatan mendaki. Aku dan teman-teman sudah cukup menikmati liburan yang seru dengan mengunjungi pantai, menyeberang ke pulau, dan menjelajah bukit. Sampai menjelang akhir masa liburan, saat teman-teman SMA ku satu persatu balik ke perantauannya, hanya tinggal beberapa orang yang masih bertahan di kampung halaman. Kegabutan sudah mulai terasa, kami sudah bosan bermain werewolf hampir setiap malam dan pulang selalu dini hari. Jumlah pemainpun semakin berkurang karena satu persatu pemainnya sudah balik ke kampus masing-masing.
Sampai pada suatu ketika, Agung mengajak kami yang tersisa untuk camping di perbukitan pinggiran kota. Dia menemukan tempat yang bagus disana. Aku, Zakhwan, Rezki menyanggupi ide tersebut. Seengganya kami bisa santai sambil menikmati alam barang sebentar menjelang kuliah. Pada hari Jum’at aku dan Agung pergi ngesurvei lokasi camping. Setelah tanya ibuk-ibuk, bapak-bapak yang punya anak, akhirnya kami menemukan lokasinya. Lokasinya ternyata berada di tempat paralayang, dengan sedikit tempat datar dan selebihnya tebing landai berujung curam. Salah posisi dikit ketika tidur maka akan berakhir dengan berguling-guling menuju jurang. Tapi kami menemukan tempat yang bagus di dekat sana yang cocok untuk jadi lokasi camping. Kemudian kami kembali ke rumah dan mulai mempersiapkan barang-barang buat camping. Keesokan harinya, Sabtu 6 Agustus, kami berkumpul di rumah Agung. Ketika sedang mempersiapkan beberapa peralatan lainnya, Bintang, adik Agung memberitahu bahwa malam ini milky way atau gugusan Bima Sakti akan terlihat jelas. Aku segera teringat pada berita yang aku lihat di Instagram yang juga menceritakan hal yang sama. Kemudian Agung mengusulkan agar tempat camping kami berubah. Kita akan mendaki gunung Gunung Talang untuk melihat milky way yang lagi bagus-bagusnya malam ini. Tanpa pikir panjang, Aku, Zakhwan dan Rezki mengiyakan. Cepat sekali pikiran kami berubah. Akhirnya rencana camping kami yang semula di daerah perbukitan pinggiran kota berubah menjadi di Gunung Talang.
Gunung Talang merupakan gunung berapi aktif dengan ketinggian 2597 mdpl yang terletak di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Lokasinya sekitar 9 km dari Arosuka, ibukota Kabupaten Solok atau sekitar 40 km dari kota Padang. Gunung Talang merupakan satu dari 3 gunung di Sumatera Barat yang diminati pendaki selain Gunung Marapi dan Gunung Singgalang. Apalagi dengan dibukanya rute baru melalui “Air Batumbuk” pada akhir tahun 2013 kemaren membuat jumlah pendaki semakin meningkat. Melalui rute Air Batumbuk inilah kami berempat akan mendaki.
Selepas sholat maghrib kami segera berangkat menuju pos pendakian. Sepanjang perjalanan aku tetap mengawasi keadaaan langit mengantisipasi jika cuaca mendadak berubah. Walaupun keinginan mendaki begitu besar tapi kami tetap harus berpikiran logis dan tidak menentang alam karena kami ingin pendakian ini menjadi perjalanan yang menyenangkan dan bukannya menyiksa diri. Beruntung cuaca malam itu bagus walaupun langit tidak begitu jelas karena ditutupi sedikit awan. Di perjalanan kami mampir ke beberapa toko untuk membeli beberapa biskuit, mie instan, telur, tali rafia dan perlengkapan yang masih kurang untuk keperluan pendakian. Butuh waktu sekitar 1 jam dari rumah Agung untuk sampai ke pos pendakian di Air Batumbuk. Pos pendakian ditandai oleh sebuah plang Masjid Muhajirin di sebelah kiri jalan, masuk ke simpang tersebut kira-kira sekitar 100 m untuk menemukan pos pendakian. Lokasi pos ini berada di dekat kebun teh yang setiap liburan semester biasa kami kunjungi dan sudah menjadi tradisi liburan.
Sesampainya disana, kami segera memarkirkan sepeda motor dan melakukan registrasi. Biaya registrasi Rp 10.000,00 per orang dan biaya parkir Rp 10.000,00 untuk satu unit sepeda motor. Kami juga diberi selembar kertas yang berisi peraturan pendakian dan nomor HP yang bisa dihubungi jika terjadi sesuatu. Selepas registrasi kami segera menuju pos 1 pendakian yang sesungguhnya. Yup benar, pos yang tadi hanyalah pos pendaftaran. Pos 1 pendakian yang sesungguhnya masih sekitar 3-4 km lagi yang harus kami tempuh dengan jalan kaki. Sebenarnya ada sih, ojek yang menyewakan jasanya untuk mengantar sampai pos 1 pendakian dengan tarif Rp 25.000,00 sekali antar. Tetapi kami lebih memilih untuk berjalan kaki menembus malam yang mulai semakin gelap.
Perjalanan menuju pos 1 pendakian melewati hamparan kebun teh yang jika siang hari akan keliatan indah. Di beberapa persimpangan kami sempat merasa bingung jalan mana yang harus diambil. Beruntung ada plat besi yang disebut rambu bertuliskan R04 menjadi petunjuk jalan. Agung mengatakan rambu ini akan ada sepanjang pendakian hingga puncak dengan rambu terakhir bertuliskan R54. Kami juga bertemu dengan beberapa pendaki yang baru turun. Rombongan ini terdiri dari beberapa pendaki laki-laki dan perempuan. Panggilan khas pendaki keluar dari mulut kami, “Bapak… Ibu”, begitu panggilan kami kepada mereka sebagai bentuk keramah tamahan diantara pendaki. Panggilan “Bapak” untuk laki-laki dan “Ibu” untuk perempuan tanpa memandang umur mereka lumrah dijumpai diantara pendaki gunung yang ada di ranah minang sebagai bentuk penghargaan dan persaudaraan antar pendaki.
Sekitar pukul 21.30 WIB kami sampai di pos 1 pendakian yang terletak di R06. Disana berdiri sebuah warung milik warga yang menjual beberapa makanan dan minuman. Di sampingnya juga terdapat camping ground yang bisa digunakan pendaki sebagai tempat untuk berkemah. Dan yang paling membahagiakan adalah terdapat pancuran air yang melimpah yang bisa digunakan pendaki sebagai tempat menambah persediaan air maupun membersihkan diri. Kami memutuskan untuk beristirahat sebentar disana.
Pukul 22.00 WIB kami berangkat menuju pendakian yang sebenarnya. Aku yang hanya mengenakan sandal jepit karena tidak sempat pulang untuk mengganti sepatu, berjalan paling belakang. Selain itu, dari segi perlengkapan, dibanding pendakian sebelumnya, pendakian ke Talang ini merupakan pendakian dengan perlengkapan terminim karena niat kami awalnya hanya berkemah di bukit pinggir kota. Beberapa perlengkapan lainnya yang kami rasa benar-benar perlu, baru kami beli setelah di perjalanan menuju pos registrasi. Saat itu aku hanya mengenakan baju kaos dilapisi jaket dengan celana training dan alas kaki sandal jepit. 
Diantara kami berempat, hanya aku yang belum pernah mendaki Gunung Talang. Agung, Rezki dan Zakhwan telah pernah mendaki Gunung Talang sebelumnya. Namun pada saat itu perjalanan mereka tidak berjalan dengan baik karena cuaca yang buruk dan mengakibatkan jalan yang mereka lalui begitu berlumpur. Kami berdoa semoga perjalanan kali ini berjalan dengan baik. Medan treking awal yang kami tempuh masih berupa jalan lebar dengan perkebunan warga di samping jalan. Tapi medan ini cukup memberatkan karena sangat menanjak. Di akhir tanjakan aku minta break karena kepalaku terasa pusing. Teman-teman menyemangatiku agar santai saja karena kita tidak perlu tergesa-gesa untuk sampai puncak. Kami duduk dibawah pohon besar dengan dedaunan yang menaungi kami. Ketika kami melihat keatas, pemandangan menakjubkan terpampang di hadapan kami. Taburan bintang yang begitu banyak dan terlihat jelas karena jauh dari polusi cahaya. Kami membayangkan bagaimana pemandangan ketika di puncak nanti jika dari bawah saja sudah sangat indah. Aku kembali bersemangat mengingat tujuan kami untuk melihat milky way yang akan sangat jelas terlihat pada malam ini.
Kamipun melanjutkan perjalanan dan mulai memasuki area semak-semak dengan jalan yang mulai menyempit. Di sebelah kiri terdapat shelter 1 berupa gubug reyot yang hampir roboh. Di dalamnya terdapat beberapa orang yang mengajak kami mampir tapi kami tolak dengan halus karena kami masih harus melanjutkan perjalanan. Setelah shelter 1 pendaki akan mulai memasuki hutan rimba dengan jalan yang semakin menanjak, licin dan udara yang lembab. Di sepanjang jalan terdapat akar dan beberapa pohon tumbang. Menjelang cadas, vegetasi mulai berubah dengan mulai banyaknya bebatuan. Setelah 3 jam perjalanan Agung memberitahu tempat kami akan mendirikan tenda sudah dekat. Suara para pendaki yang telah berada di camping ground mulai terdengar. Berbeda dengan sebelumnya, kami melanjutkan perjalanan dengan memutar ke kanan menuruni tanjakan. Setelah itu kami kembali mendaki bebatuan terjal. Sejujurnya disaat itu aku sudah mulai lelah, aku berkata kepada yang lain agar selepas tanjakan ini kita break dulu sebentar. Setelah diujung tanjakan aku duduk di sebuah batu sambil melihat teman-teman dibelakangku yang masih berusaha untuk mencapai tempatku berada.
Agung yang lebih dahulu sampai ke tempatku berada berkata “Ya, kita memang akan beristirahat disini karena kita telah sampai di tempat yang kita tuju.” Sambil tersenyum dia mendahuluiku. Aku kemudian menoleh ke depan dan jalan beberapa langkah menyusul Agung. Ternyata kami telah sampai di sebuah lapangan rumput luas tempat para pendaki berkemah sebelum summit attack. Aku mengucap syukur sebagai tanda bahagia. Di hadapanku telah berdiri puluhan tenda pendaki lainnya. Ketika menengadah ke langit, aku melihat ribuan bintang terhampar dihadapanku membentuk satu gugusan. Milky way. Rasi bintang-rasi bintang lainnya yang aku tidak tau namanya juga terlihat dengan jelas. Aku selalu suka dengan langit malam, sangat indah dan menakjubkan. Membuat diri kita terasa kecil dibanding luasnya jagat raya. Menyadarkan kalau kita tidak ada apa-apanya dibanding alam semesta.
Mereview kembali perjalanan kami tadi, menurut pendapat pribadiku trek Talang cukup mudah dibandingkan dengan trek Marapi. Trek Talang memiliki cukup banyak “bonus” (jalan mendatar). Tidak ada juga jalan tikus atau merangkak di selokan air yang harus kami lewati. Jalurnya cukup jelas dengan rambu-rambu di setiap jalan dan waktu tempuh yang hanya sekitar 3 jam dibanding Marapi yang bisa sampai 5 jam. Untuk pendaki yang tidak mau ribet, Gunung Talang bisa jadi pilihan. Salah satu keunggulan Gunung Talang adalah adanya lapangan rumput luas dengan latar belakang puncak Gunung Talang. Jadi pendaki bisa mendirikan tenda tanpa harus takut tidak kebagian tempat. Di tengah-tengah lapangan ini juga terdapat sungai kecil yang membelah lapangan. Airnya jernih dan bisa digunakan pendaki untuk mengisi persediaan air mereka. Hanya saja di bagian yang dekat dengan kemah pendaki airnya sudah keruh, bercampur minyak dan sisa makanan pendaki. Untuk mendapatkan air yang bersih pendaki harus berjalan sedikit ke hulu sungai, ke arah sebelah kiri lapangan.

Pukul 02.00 WIB dinihari tenda selesai didirikan. Rezki dan Zakhwan mengambil air di sungai yang telah diceritakan tadi. Aku dan Agung mencari kayu-kayu kering yang bisa kami bakar. Sejenak kemudian api unggun telah menyala di depan tenda kami. Rezki dan Agung kemudian mulai merebus mie dan membuat kopi. Zakhwan mengeluarkan nasi dan sedikit lauk yang ia bawa dari rumah. Selanjutnya mie kuah tersebut telah berpindah ke piring-piring kami dan dengan tambahan nasi dari zakhwan kami mulai makan. Makanan terenak di dunia. Setelah perjalanan yang melelahkan dan dinginnya malam, apapun yang kami makan terasa nikmat. Kami makan ditemani oleh suara gitar pendaki lain yang menyanyikan lagu-lagu minang dengan semangat. Kami menawarkan makanan kepada pendaki lainnya, dan pendaki lainnya pun menawarkan makanan kepada kami.
Saat kami makan dua orang pria paruh baya dengan senter di tangannya datang dan mengarahkan senternya ke dalam tenda kami. Mereka menanyakan jumlah tim kami dan kemudian berlalu pergi. Agung mengatakan mereka tengah merazia pendaki yang berpasang-pasangan di dalam satu tenda. Mendengar itu kami merasa antara bahagia dan sedih. Bahagia karena tim kami diisi oleh 4 orang cowok, jadi aman dari razia. Dan sedih karena itu semakin menegaskan kejombloan kami. Selepas makan kamipun memadamkan unggun dan memutuskan untuk tidur memulihkan tenaga menjelang summit attack yang direncanakan pukul 04.30 WIB. Rencana hanya tinggal rencana. Pukul 05.15 WIB saat adzan shubuh telah berkumandang 15 menit lalu, Zakhwan baru membangunkan kami untuk sholat Shubuh. Inilah bagian yang paling berat sebenarnya dari pendakian, bangun untuk sholat Shubuh di tengah dinginnya udara pegunungan. Air yang kami sentuh terasa sedingin es. Dengan bergantian dan dalam posisi duduk kami sholat di dalam tenda. Arah kiblat kami perkirakan dengan berpatokan pada arah terbitnya matahari.
Selepas sholat kami putuskan untuk keluar tenda dengan menahan dingin. Kami sempatkan mengambil beberapa foto. Di pagi hari, pemandangan menjadi lebih jelas. Kami berkemah di sisi sebelah kanan gunung dengan di belakang kami ada tebing kecil. Diatas tebing tersebut terdapat beberapa pohon tanpa daun yang aku tidak tau namanya dan bunga Edelweis yang dilarang untuk dipetik. Bagi yang ketahuan membawa turun bunga tersebut maka akan dikenai denda Rp 100.000,00 dan diminta untuk mengembalikan ke puncak gunung. Kami sengaja memilih tempat di dekat tebing agar terhindar dari angin yang dapat memadamkan api unggun kami. Di hadapan kami terlihat puncak Gunung Talang dan kawah yang masih mengeluarkan asap belerang. Sementara jalur menuju puncak berada di sebelah kiri lapangan.
tenda para pendaki dengan latar belakang puncak Gunung Talang
Pukul 08.00 WIB setelah makan pagi, kami berangkat menuju puncak. Dari yang kami ketahui trek menuju puncak akan melewati “cadas”, “hutan mati”, yaitu sekumpulan pohon dan tanah yang telah menghitam karena panasnya kawah dan “jembatan neraka”, yaitu jalur sempit yang di kanan kirinya terdapat jurang sedalam 50 meter. Trek yang kami lewati lebih menanjak lagi dan lebih sempit. Kami hanya membawa air mineral sebagai persiapan bila haus. Perlengkapan lainnya kami tinggalkan di tenda karena hanya akan mempersulit pendakian jika kami bawa. Dari cadas kami bisa melihat dengan jelas Danau Diatas, Danau Dibawah, dan Danau Talang. Darisana juga terlihat Gunung Kerinci di provinsi Jambi yang tertutup kabut tipis. Kemudian sederatan Bukit Barisan, Gunung Marapi dan Gunung Singgalang juga keliatan dari sini. Dan lebih membuat takjub lagi kami bisa melihat sebuah pulau di Samudera Hindia yang kami tidak tau namanya. Ranah Minang patut bersyukur dianugerahi alam sedemikian indah.
Danau Diatas, Danau Dibawah dan Danau Talang serta Gunung Kerinci di kejauhan.
Terlihat tenda para pendaki yang berukuran kecil dibagian atas sebelah kanan lapangan rumput

Di perjalanan, kami diberitahu pendaki yang baru dari puncak bahwa diatas sedang ada badai. Angin bertiup sangat kencang dan bisa membahayakan perjalanan. Setelah berembuk, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Mendekati hutan mati, kami merasakan angin yang sangat kencang bertiup tanpa henti. Sangat sulit melangkah karena debu-debu beterbangan mengenai mata kami. Kami harus berlindung dibalik batu besar untuk menghindari angin atau bahkan batu yang jatuh dari atas. Akhirnya dengan perasaan kecewa kami memutuskan untuk kembali ke tenda. Tapi kami tetap bersyukur disuguhi pemandangan yang begitu indah. Pukul 15.00 WIB cuaca semakin buruk dan awan hujan mulai keliatan. Kami segera berkemas dan turun sebelum hujan lebat mengguyur kami. Pukul 17.30 WIB kami sampai di pos 1 pendakian. Kami membersihkan diri di pancuran yang telah tersedia. Hujan gerimis mulai turun dan kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di warung yang ada disana. Setelah gerimis reda perjalanan dilanjutkan menuju pos registrasi. Kembali kami melewati hamparan kebun teh yang kali ini terlihat jelas. Saat jalan menurun, sandal jepitku putus dan membuatku berjalan dengan terseok-seok. Sesampainya di pos registrasi kami melapor ke petugas disana dan kemudian pulang. Di perjalanan kami menyempatkan makan jagung bakar terlebih dahulu. Kami sampai di rumah sekitar pukul 20.00 WIB.
DI Pendakian kali ini kami memang tidak mencapai puncak, tetapi ada yang lebih penting dari puncak yaitu rumah. Kami juga belajar banyak dari perjalanan kali ini, belajar untuk tidak bersifat sombong karena kita hanyalah makhluk kecil dibanding alam semesta yang luas, belajar untuk bersyukur kepada Allah yang memudahkan perjalanan ini, belajar mencintai alam yang telah dikaruniakan Allah kepada ranah Minang ini dan menjaganya agar generasi selanjutnya dapat merasakan keindahan yang sama.
Tidak penting seberapa banyak gunung yang telah kamu daki, tetapi seberapa banyak pelajaran yang bisa kamu dapatkan setelah mendaki gunung.

Terima kasih telah membaca ~