Sabtu, 04 April 2020

Pengalaman Pulang Kampung Saat Wabah Corona

          Jadi hari ini aku mau cerita pengalamanku pulang ke Solok (Sumatera Barat) di tengah wabah Corona. Mungkin banyak juga yang penasaran gimana sih kondisi bandara saat wabah ini? Segawat itukah? Amankah untuk pulang? Semoga tulisan ini bisa menjawab rasa penasaran kalian.

       Aku pulang ke Solok hari Rabu tanggal 1 April. Kondisi Surabaya saat itu beberapa jalan utama sudah ditutup dan kabarnya ada pemeriksaan kendaraan di perbatasan kota. Dari kosku di daerah Gubeng menuju bandara Juanda Alhamdulillah lancar. Ga ada pemeriksaan juga yang aku temui. Kondisi bandara masih lumayan rame menurutku, walaupun memang lebih sedikit dari yang biasanya aku temui. Ketika masuk pintu keberangkatan ada pengecekan suhu tubuh sama penyemprotan disinfektan. Terus ketika check-in dikasi surat kesehatan yang isinya data diri, riwayat perjalanan kita selama 14 hari yang lalu sama gejala yang sakit yang sedang kita derita saat ini (kayak demam, batuk, dll).
   
      Surat kesehatan ini nantinya kita serahkan di bandara tujuan. Suratnya berwarna kuning dan terdiri dari 2 lembar karena aku harus transit dulu di bandara Halim Perdanakusuma Jakarta.  Jadi nanti di Halim sama BIM (Bandara Internasional Minangkabau) aku nyerahin masing-masing satu lembar surat kesehatan. Surat kesehatannya bisa kita isi sendiri di ruang tunggu, jadi ga harus diisi langsung di counter check-in. Aku sarankan kalian bawa pulpen biar bisa ngisi surat kesehatannya.
      
      Di ruang tunggu bandara, satu kursi di sebelah kiri dan kanan kita dikosongkan sebagai upaya physical distancing. Pihak bandara juga aktif mengumumkan kalo ada yang kurang enak badan bisa melapor ke petugas. Selain itu ada beberapa tim medis juga yang berjaga.
       
       Di pesawat ga ada pengosongan kursi, jadi tetap diisi penuh seperti biasa. Nyampe bandara Halim sebelum masuk bandara ada penyemprotan disinfektan lagi sama pengecekan suhu tubuh. Sayangnya ga ada petugas yang meminta lembar surta kesehatan. Aku inisiatif aja ngasih surat kesehatan tersebut ke salah satu petugas disana.
       
      Baik di bandara Halim maupun Juanda hampir semua orang memakai masker. Sesampainya di BIM Padang ada petugas yang meminta surat kesehatan yang telah kita isi sebelumnya. Sebagian besar penumpang dari Halim ternyata belum mendapat surat tersebut. Jadi mereka harus mengisi surat tersebut di BIM. Aku beruntung karena dari Surabaya telah mendapat surat tersebut. Jadi ga perlu mengantri lama. Setelah itu ada penyemprotan disinfektan lagi. Cuma ga ada pemeriksaan suhu tubuh. Tetapi kata temenku pemeriksaan suhu tubuhnya dilakukan secara otomatis dengan menggunakan alat.

      Setelah keluar bandara ada pemeriksaan mobil oleh polisi. Ditanya darimana dan tujuan kemana. Antriannya sangat panjang dan memakan waktu cukup lama. Nyampe rumah ga ada pemeriksaan dari nagari (desa). Tetapi kata temenku kita sebaiknya lapor ke pihak nagari. Aku inisiatif aja isolasi mandiri selama 2 minggu di rumah. Sekian.

Rabu, 18 Maret 2020

Bicara Takdir


      Saat awal tiba di Surabaya dulu untuk kuliah aku khawatir hanya aku satu-satunya mahasiswa asal Minang di angkatanku. Karena aku masih baru berada di Surabaya aku khawatir tidak bisa beradaptasi. Makanya aku ingin juga ada mahasiswa Minang selain diriku yang seangkatan. Alhamdulillah, ternyata ada dua orang lagi teman seangkatanku yang asal Minang. Dan angkatan satu tahun dibawahku ternyata tidak ada yang asal Minang. Ini semakin menguatkanku bahwa tidak ada yang terjadi secara kebetulan di dunia ini. Pastilah ada suatu kekuatan Maha Besar yang mengatur dunia ini. Dalam hal ini yaitu Allah. Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar. Allah mengetahui kondisi setiap hambanya.

      Kenapa aku bisa bilang begini? Karena banyak sekali kejadian disaat aku terdesak, tidak punya pilihan lain dan tidak bisa meminta bantuan kepada siapapun juga selain Allah, selalu saja ada jalan keluar yang tidak disangka-sangka. Aku yakin kalian juga mengalami hal ini. Hal-hal semacam ini hendaknya memperkuat keimanan kita bahwa setiap gerak-gerik langkah kita diperhatikan oleh Allah. Hendaknya kita jangan merasa sedih karena sendirian, karena Allah bersama kita. Jangan pernah berputus asa akan rahmat Allah.

      Ada kalanya kita mengalami hal yang tidak kita inginkan dan seakan Allah meninggalkan kita. Kita tetap harus berbaik sangka kepada Allah. Sekali lagi, jangan pernah berputus asa akan rahmat Allah. Memang, hidup ini berat. Tapi, hidup tanpa Allah itu lebih berat.


Jumat, 13 Maret 2020

WISUDA


7 Maret 2020. Alhamdulillah akhirnya wisuda. Sempat hampir ga yakin bisa wisuda di periode ini karena sampai h-1 batas pengumpulan berkas, jurnalku masih belum selesai. Di psikologi UNAIR, kami diwajibkan untuk membuat jurnal sebagai syarat untuk yudisium. Namun jurnalku masih belum disetujui oleh pihak UP3 (semacam bagian publikasi jurnal fakultas) hingga h-1. Alhamdulillah aku dibantu bu Neny wakil dekan 1 yang menyarankan jurnalku dipublikasikan diluar saja. Dan Alhamdulillahnya lagi tepat hari H pengumpulan jurnalku disetujui oleh UP3. Akhirnya aku memilih untuk publikasi melalui UP3 saja. Tanggal 23 Januari 2020 akhirnya aku dinyatakan lulus atau istilahnya disebut yudisium.
Aku punya waktu kurang lebih 1,5 bulan sampai wisuda. Selama itu aku mencoba melamar ke beberapa perusahaan. Itu bisa kulakukan karena surat keterangan lulus telah aku peroleh dari fakultas. Satu hal lagi yang aku syukuri karena bisa wisuda di periode Maret ini adalah aku bisa segera mencari kerja. Jika mundur lebih lama lagi, aku takut terlalu tua untuk memenuhi syarat administrasi lamaran kerja. Rata-rata yang aku baca mereka meminta usia maksimal adalah 25 tahun.
Sempat terpikir supaya papa dan mama tidak usah datang ke acara wisuda karena menurutku acaranya hanya formalitas belaka. Yang penting aku telah lulus. Untuk foto-foto bisa dilakukan di Padang saja. Namun itu tidak kusampaikan kepada mereka karena aku juga memikirkan ini momen sekali seumur hidup. Tidak ada salahnya dihadiri orang tua.
Orang tuaku datang tanggal 6 Maret. Koper mamaku pecah karena kelalaian petugas bagasi bandara. Akhirnya aku meminjamkan koperku. Kemudian kami pergi mencari kemeja untuk dipakai besok. Jum’at, tanggal 6 Maret aku dan orangtuaku mengikuti acara yudisium di Fakultas Psikologi. Seusai acara kami menyempatkan diri bertemu Bu Nurul (Dekan) dan Bu Neni (Wakil Dekan 1) untuk mengucapkan terima kasih dan berfoto bersama. Mama juga sempat mencoba hidangan rawon yang disajikan fakultas saat itu. Ternyata beliau tidak menyukainya. Padahal dari hari kedatangan di Surabaya, beliau selalu bilang ingin mencicipi rawon.
Keesokan harinya, pukul 06:30 kami menuju kampus C UNAIR, tempat upacara wisuda berlangsung. Upacara wisudanya mulai pukul 8 pagi. Isi acaranya kurang lebih sambutan-sambutan, pemanggilan wisudawan, dan pemberian hadiah untuk mahasiswa berprestasi. Untuk periode ini, lulusan dari Fakultas Psikologi berjumlah 120 orang yang terdiri dari doktor, magister, dan sarjana. Aku cukup kaget karena ternyata tidak ada prosesi pemindahan tali toga seperti yang aku bayangkan selama ini. Selesai acara mama langsung menangis memelukku. Aku bisa memahami perasaan beliau. Dengan banyaknya drama yang berlangsung selama ini pasti beliau merasa haru dan lega. Mungkin ini curahan perasaannya yang ditahan selama ini. papa memeluk dan mencium pipiku. Kepada mereka berdua aku ucapkan terima kasih. Kemudian kami berfoto bersama. Aku lalu minta izin menemui teman-temanku diluar. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah datang dan memberiku hadiah wisuda.
Diawal tadi aku sempat bilang kalau kepikiran bagaimana kalau orangtuaku tidak usah datang saja ketika wisuda. Namun aku tarik kembali pikiranku itu. Aku bahagia mereka bisa datang dan menyaksikan prosesi wisudaku. Aku bisa seperti sekarang ini karena usaha dari mereka. Aku juga berterima kasih kepada Oma di kampung halaman dan kepada adik-adikku. Juga kepada Opa yang telah berpulang. Aku cukup sedih beliau tidak bisa melihat wisudaku. Namun aku harap beliau bisa bahagia disana.
Selepas wisuda ini aku berencana mencari kerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke S2. Orang tuaku ingin aku langsung S2, namun aku ingin istirahat dahulu dari dunia perkuliahan dan mencoba bekerja. Umurku yang juga sudah tua membuatku ingin bekerja dulu. Aku takut kesulitan mendapatkan peerjaan nantinya dengan tidak adanya pengalaman yang kumiliki jika aku langsung lanjut S2. Saat ini aku fokus memperbaiki bahasa Inggrisku dan memperdalam pengetahuan psikologi industri dan organisasi karena aku ingin bekerja dibidang HR (Human Resources).
Maaf kalau tulisanku terkesan kaku karena aku hanya menyampaikan intinya saja. Aku tidak ingin tulisanku jadi terlalu panjang.

Rabu, 04 Maret 2020

Cerita Seputar Sidang Skripsi

18 Desember 2019. Hari dimana aku sidang skripsi. Alhamdulillah setelah perjuangan begitu lama akhirnya aku bisa sidang skripsi. Kilas balik ke waktu sebelumnya, ke masa penghujung semester 8. Saat itu aku sangat sedih karena tidak bisa sidang tepat waktu. Aku sempat down melihat teman-teman yang sudah lulus duluan. Namun aku sadar, kalau aku hanya bersedih, skripsiku tidak akan selesai. Aku harus melangkah maju. Aku harus lulus secepatnya supaya tidak terus-terusan membebani orang tua. Sangat merugikan rasanya membayar uang kuliah 6 juta rupiah hanya untuk mata kuliah skripsi.
Dalam satu semester, ada 2 kali pengumpulan sidang skripsi. Untuk periode ini, yang pertama jatuh pada tanggal 16 September dan yang kedua pada tanggal 25 November. Aku berniat mengubah judul skripsiku dan memulai kembali dari awal karena skripsi sebelumnya tidak cukup meyakinkan. Namun hingga tanggal 16 September aku masih belum menyelesaikannya. Aku kembali melewatkan waktu pengumpulan skripsi. Aku sangat sedih dan tertekan saat itu. tinggal satu kesempatan terakhir untuk pengumpulan skripsi, yaitu tanggal 25 November. Aku berhenti dari pekerjaan freelanceku sebagai tim survei ITS dan fokus mengerjakan skripsi. Aku kembali menggunakan judul skripsi yang lama, yaitu skripsi yang aku kerjakan di semester 8 karena waktunya telah mepet.
Aku meminta bantuan teman-teman untuk analisis data SPSS. H-2 pengumpulan aku masih mengolah data SPSS. Aku sempat was-was apakah akan sempat untuk mengumpulkan. Alhamdulillah, H-2 skripsiku disetujui oleh dosbing walaupun masih ada bagian yang kurang. Hari pengumpulan skripsi akhirnya aku mengumpulkan skripsi yang telah aku kerjakan. Namun beberapa kali masih aku revisi karena masih ada bagian yang belum lengkap.
Akhirnya hari itu tiba. Hari Rabu, tanggal 18 Desember 2019 aku sidang. Ketua penguji adalah bu Dewi, sekretaris pak Ayok dan penguji ketiga yaitu dosbingku sendiri prof Chol. Aku meminta bantuan temanku untuk menjadi notulenku. Pagi sebelum sidang aku mual-mual karena stress. Saat aku sampai di ruangan sidang ternyata prof Chol telah berada disana. Aku kaget. Tumben banget dosen penguji datang duluan dibanding mahasiswa yang akan diuji. Setelah mengobrol aku akhirnya tau kalau prof Chol mengira bahwa akan ada sidang mahasiswa lain sebelum aku. Ternyata jadwalnya telah diganti dan prof Chol tidak tau. Saat mengobrol dengan prof Chol sol sepatu kananku lepas. Aku segera terpikirkan apakah ini pertanda buruk. Namun aku membuang jauh-jauh pemikiran itu.
Aku dijadwalkan sidang jam 10 namun jam 10 lewat dua dosen penguji lainnya juga belum datang. Aku sempatkan membaca materi kembali dan berlatih menjawab pertanyaan dengan temanku. Pukul 10.20 dua dosen penguji lainnya datang. Aku segera menghidangkan botol air mineral kepada ketiga penguji. Saat akan menyalakan proyektor, timbul masalah. Proyektornya ga bisa nyala. Aku panik. Ini salahku juga tidak mengecek dan menyalakan proyektir terlebih dahulu sebelum penguji tiba. Aku takut akan dimarahi dosen penguji. Tapi mereka Cuma bilang gapapa. Akhirnya aku minta tolong temanku memanggil karyawan fakultas. Setelah karyawan fakultas datang proyektornya bisa menyala. Akupun memulai presentasi selama 15 menit dengan kondisi sol sepatu kanan yang lepas. Setelah presentasi, saat-saat yang horror tiba. Waktunya pertanyaan oleh penguji. Diawal aku sempat keringatan hingga ditanya oleh dosen penguji, “Acnya ga nyala ya kamu sampai keringetan begitu”. Aku menjawab tidak ini hanya karena aku gugup saja. Setelah beberapa saat aku mulai bisa mengatasi keadaan dan bersikap tenang. Pertanyaan dari Bu Dewi paling banyak berkisar tentang bab 1 dan bab 4. Kemudian dilanjut pertanyaan oleh pak Ayok tentang bab 5. Sementara prof Chol hanya memberi saran dan tidak memberi pertanyaan. Hal itu cukup membuatku heran karena prof Chol pernah bilang kalau saat sidang beliau akan memposisikan dirinya sebagai penguji dan tidak akan membantu sama sekali mahasiswa bimbingannya. Lumayan banyak pertanyaan yang tidak bisa kujawab. Sidang selesai pukul 12 lewat. Setelah itu aku diminta menunggu diluar supaya penguji bisa berdiskusi.
Diluar aku menyampaikan kekhwatiranku kepada teman-teman organisasiku yang telah menunggu di luar. Dia bilang gapapa yang penting udah usaha maksimal. Setelah itu aku dipanggil kembali ke dalam dan bu Dewi menyatakan aku lulus. Aku hampir tidak percaya ketika itu. aku sangat senang namun berusaha menyembunyikan kebahagiaanku dan hanya menjawab lirih “terima kasih Bu”. Lalu aku menyalami semua dosen penguji. Dan merekapun keluar. temanku mengucapkan selamat kepadaku. Setelah itu datang masuk ke ruangan teman-teman BEM Departemen Kastra. Aku kaget mereka datang. Karena aku sama sekali tidak mengundang dan tidak menginginkan siapapun datang ke sidangku. Hal ini ada alasannya. Sidangnya mahasiswa bimbingan prof Chol itu kemungkinan lulusnya cuma 50%. Berbeda dengan sidang lain yang kemungkinan lulusnya tinggi. Sudah banyak yang menjadi korbannya di semester kemaren. Makanya aku berhati-hati mengerjakan skripsi dan juga tidak mengundang siapapun untuk datang saat sidang. Akan sangat memalukan bagiku jika tidak lulus sidang dan disaksikan oleh teman-temanku.
Tapi ternyata teman-teman BEMku datang. Teman kosku, Tupe, juga datang. Padahal aku bilang ke Tupe kalo mau datang pas wisuda aja karena sidang dengan prof Chol kemungkinan lulusnya Cuma 50%. Nyatanya dia tetap datang pas sidang. Di sisi lain aku juga bahagia karena  ada yang datang, jadinya sidangku ga sepi-sepi amat dan ada kenangan yang bisa diabadikan. Teman-teman BEM menghadiahiku selempang/selendang yang terbuat dari Indomie berbagai varian. Kami kemudian berfoto di patung depan fakultas. Setelah itu aku pulang ke kos. Di kos aku menelpon orang tua untuk mengabari aku lulus. Aku kemudian tidur siang karena lelahnya. Saat bangun rasanya badanku sedikit demam. Ini sepertinya karena stress sidang. Dan ternyata teman-temanku yang selesai sidang juga mengalaminya. Masih ada revisi, namun aku lega atas kelulusan sidangku. Alhamdulillah.

Sabtu, 30 November 2019

Membersihkan karang gigi


       Semenjak melakukan penambalan gigi aku jadi lebih aware dengan kesehatan gigi dan mulut. Aku mulai mencari tau tentang jenis-jenis sakit gigi. Sebelumnya aku bahkan tidak tau beda karies dan karang gigi. Namun setelah membaca banyak info di internet akhirnya aku tau mereka berbeda. Aku juga baru tau kalo karang gigi harus dibersihkan sekali atau dua kali dalam setahun. Aku bahkan belum pernah membersihkan karang gigi. Karena memang tidak ada yang memberitahuku untuk melakukan itu.

         Sebelumnya aku merasa bahwa mulutku sedikit bau. Aku pikir ini karena sikat gigi yang kurang bersih. Namun ternyata ini karena karang gigiku yang telah menumpuk dan menyebabkan radang gusi. Aku sempat membaca di internet pengalaman orang yang membersihkan karang gigi. Rata-rata menyebutkan sakit. Aku jadi sedikit takut untuk pergi ke dokter gigi. Namun akhirnya aku memutuskan pergi ke PLK Kampus B untuk melakukan pembersihan karang gigi. Aku kembali bertemu dengan dokter Astrid dan asistennya. Aku duduk di kursi khusus yang dilengkapi alat-alat. Karang gigi yang dibersihkan pertama adalah yang bagian bawah. Benar saja sakit rasanya ketika alat tersebut menghancurkan karang gigiku. Rasa sakitnya jika di skala adalah skala 6 dari 10. Durasi pembersihannya sekitar 5 menit. Memang tidak terlalu lama karena tidak dilakukan pemutihan gigi juga. Jika dilakukan di klinik spesialis gigi mungkin lebih detail dan lebih lama prosesnya. Setelah selesai aku kemudian meludahkan darah dan air sisa pembersihan karang gigi.

       Aku kemudian diminta untuk datang lagi esok atau lusa untuk membersihkan bagian atas. Ketika aku tanya apakah tidak bisa dilakukan di hari itu juga, dokter Astrid mengatakan bahwa menurut prosedurnya tidak boleh dilakukan dalam sehari. Lusanya aku kembali dan melakukan proses yang sama. Kali ini lebih sakit karena gusi bagian atasku juga radang. Rasa sakitnya skala 7 dari 10. Aku mengepalkan tangan dan memejamkan mata. Prosesnya selama 7 menit. Setelah selesai aku kemudian membuang darah sisa pembersihan. Kali ini darahnya lebih banyak dari kemaren. Dokter menyarankan untuk menyikat gigi bagian atas satu arah ke arah bawah supaya tidak mengenai radangku. Dia juga menyarankan untuk tidak langsung minum es batu tetapi harus memakai gradasi dari sedikit dingin menuju dingin lalu dingin banget supaya gigiku terbiasa. Oh ya, untuk biayanya gratis karena aku memakai kartu mahasiswa. Jika untuk umum biayanya 180k.

Pengalaman Pertama Tambal Gigi dan biayanya

Berawal dari gigiku geraham paling ujung sebelah kiri yang terasa sakit banget, aku akhirnya memutuskan untuk pergi  ke Pusat Layanan Kesehatan (PLK) Kampus B untuk memeriksakannya. Sebelumnya aku sudah mengecek kondisi gigiku di cermin. Terlihat seperti ada rambut di atas gerahamku. Ternyata itu adalah awal mula karies atau gigi berlubang. Daripada tambah parah, aku memutuskan untuk pergi ke poli gigi PLK Kampus B.

Niat awalku hanyalah untuk mendapatkan obat sakit gigi dan berharap gigiku akan sembuh dengan sendirinya setelah mengonsumsi obat tersebut. Namun dokter Astrid yang memeriksaku meminta untuk melakukan pengecekan gigi. Aku diminta berbaring di kursi khusus. Sebelum dilakukan pemeriksaan aku bertanya apakah akan terasa sakit? Karena ini pengalaman pertamaku melakukan pemeriksaan gigi. Dokter Astrid mengatakan akan sedikit ngilu. Dia meminta jika terasa ngilu, maka angkat tangan kiriku dan jangan langsung menutup mulut.

Kemudian dimulailah pemeriksaan dan pembersihan gigi gerahamku dengan alat khusus. Dan benar saja, tiba-tiba terasa sakit dan aku segera mengangkat tangan kiriku. Kemudian dokter Astrid mengatakan kalo gigiku berlubang dan telah mencapai saraf makanya terasa sakit. Dokter menyarankan agar gigiku ditambal. Untuk itu aku perlu bolak-balik PLK Kampus B selama 6-8 kali pertemuan. Tujuannya untuk pelan-pelan membersihkan gigiku sehingga pada hari terakhir gigiku siap ditambal. Lanjutnya lagi, untuk pemeriksaan gigi biayanya gratis karena telah ditanggung kartu mahasiswaku. Namun untuk tambal gigi perlu biaya 200 ribu rupiah. Jika ingin menggunakan BPJS, dia bisa memberikan rekomendasi untuk rumah sakit umum.

Setelah terdiam dan berpikir beberapa saat mempertimbangkan segala konsekuensinya akhirnya aku memutuskan untuk melakukan penambalan gigi dengan dokter Astrid saja. Daripada harus antri panjang di rumah sakit umum. Dan daripada aku tunda-tunda hingga sakitnya lebih parah, lebih baik segera aku obati. Setelah setuju, aku diminta untuk melakukan foto/scanning gigi di laboratorium. Tujuannya untuk mengetahui secara pasti posisi akar gigiku yang bermasalah sehingga tidak salah prosedur. Ada beberapa laboratorium klinik yang disarankan oleh dokter Astrid. Aku memilih untuk datang ke laboratorium klinik Pramita.

Dua atau tiga hari setelah pemeriksaan di PLK, aku pergi ke laboratorium klinik Pramita. Sesampainya disana aku melakukan pembayaran sebesar 180 ribu rupiah untuk scanning gigi. Diskon 20 ribu karena bertepatan dengan hari batik. Kemudian aku diminta masuk ke sebuah ruangan oleh petugasnya. Petugas kemudian meminta aku menyelipkan karton khusus seukuran domino kertas di gerahamku dan menahannya beberapa saat untuk di foto. Aku melakukannya sebanyak 2 kali karena pengambilan foto pertama hasilnya buram disebabkan aku terlalu mual ketika karton tersebut menyentuh lidahku. Lidahku sensitif jadi ga bisa kena benda asing, efeknya aku jadi mual-mual. Setelah itu aku diminya menunggu beberapa menit dan Tadaa.. hasilnya langsung jadi.

Sorenya aku kembali ke PLK Kampus B membawa foto tersebut. Aku cukup khawatir hasil fotonya tidak bagus karena aku kesulitan menahan rasa mual yang disebabkan oleh karton khusus tersebut. Tapi dokter Astrid mengatakan tidak masalah dan fotonya bisa digunakan. Kemudian aku kembali dibaringkan di kursi khusus yang dilengkapi alat-alat kesehatan gigi. Gigi gerahamku seperti disemprot dengan air dan ada alat khusus yang digunakan untuk menyedot air tersebut agar tidak menggenang di mulut. Dalam bekerja, dokter Astrid dibantu asistennya yang seorang perawat. Saat gerahamku terasa sakit, dokter Astrid menghentikan pekerjaannya dan memberitahuku untuk datang di hari selanjutnya. Jadi tujuan banyak pertemuan tersebut adalah untuk mendobrak rasa sakit di gerahamku sehingga makin hari rasa sakitnya berkurang dan membetulkan posisinya secara perlahan dan memberi kesempatan gigi gerahamku untuk beradaptasi sehingga tidak sakit lagi sebelum ditambal. Maafkan penjelasanku yang agak ribet karena itu Cuma pemahamanku saja.

Aku biasanya ke PLK setiap hari Selasa, Rabu, atau Jum’at. Sebanyak 5 kali aku bolak balik PLK dan melakukan hal yang sama. Ketika hari ke 6 aku melakukan penambalan gigi. Ternyata ada dua pilihan, satu yang gratis untuk mahasiswa namun belum bisa makan secara nyaman selama 24 jam dan ada kemungkinan tambalannya melengkung ke bawah alias ga rata dan pilihan kedua yaitu tambalan yang lebih bagus dan bisa langsung makan tapi berbayar 90 ribu. Aku akhirnya memilih yang kedua. Setelah melakukan penambalan aku mengucapkan terima kasih kepada dokter dan perawatnya.

Total biaya yang aku keluarkan adalah 470 ribu rupiah dengan rincian, 200k biaya pertemuan 6-8 kali, 180k biaya foto gigi, 90k biaya tambal gigi. Setelah kejadian ini aku jadi lebih aware terhadap kesehatan gigi dan mulut. Di tulisan selanjutnya aku insya Allah akan membahas pengalamanku membersihkan karang gigi pertama kali.


Sabtu, 17 Agustus 2019

Review Film Bumi Manusia

Assalamu'alaikum.

Tanggal 15 Agustus kemaren gue baru saja menonton film Bumi Manusia. Film yang diangkat dari karya legendaris Pramoedya Ananta Toer yang juga pernah masuk nominasi nobel sastra ini telah ditunggu oleh banyak orang. Baik yang merupakan pecinta novelnya maupun yang bukan. Banyak yang meragukan kalo film ini akan sebagus novelnya. Dan menurut gue itu wajar. Ga mungkin ada film yang sama persis dengan novelnya dan mampu memenuhi ekspektasi pembaca novelnya. Jadi berikut ini akan gue ulas filmnya tanpa spoiler. Ulasan ini gue ambil dari tweet gue di twitter jadi mungkin antar kalimat agak gak berhubungan.

Secara keseluruhan film ini bagus dan ga mengecewakan. Gue suka sama pembawaan karakter nyai Ontosoroh dan minke oleh tante Ine dan Iqbal. Semangat perlawanan terhadap ketidakadilan juga terasa ke penonton sampe gue ikutan geram. Dulu banyak yang meragukan Iqbal sebagai pemeran Minke. Namun sekarang menurut gue, jika Minke ga diperankan oleh Iqbal maka film ini akan flop dan jadi film berlatar kolonial biasa seperti film-film lainnya serta ga akan diminati oleh generasi milenial. Pemilihan Iqbal sendiri sebagai pemeran Minke juga ga lepas dari kepentingan produksi agar film ini juga ditonton oleh orang yang ga baca novelnya dan merupakan fans Iqbal.

Nyai Ontosoroh berhasil mencuri perhatian dengan kekuatan karakter yang dia tampilkan. Seorang nyai yang berbeda dengan nyai kebanyakan, mengelola perkebunan, namun haknya dirampas oleh hukum kolonial dan dipaksa berpisah dengan anaknya. Untuk pemeran Annalies juga bagus, dan aktiknya di akhir film juga sangat bagus sehingga menggugah penonton. Setelah filmnya selesai, ada mbak-mbak di depanku yang bilang kalo seharusnya dia menonton film ini bersama mamanya (karena keharuan adegan nyai Ontosoroh dan Annalies). Gue pun juga ikut terharu dan berusaha menahan air mata. Gue heran kenapa bisa nangis untuk film ini. Padahal film ini bukan khusus sedih0sedihan. Namun karena akting yang bagus dari pemeran, adegannya bisa sampai ke penonton hingga membuat mereka terharu.

Untuk latar tempat dan suasana kolonialnya terbaik emang (walaupun pakaian tentara Belandanya agak aneh untuk zaman itu). Bahasa yang digunakanpun sangat beragam, mulai dari bahasa Belanda, Prancis, Jepang, Jawa, hingga Indonesia baku. Kenapa bukan bahasa Melayu? Karena mungkin Hanung Bramantyo (sutradara) berkaca dari film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang menggunakan bahasa Melayu namun malah terdenagr lucu.

Minusnya Bumi Manusia menurut gue, terlalu banyak adegan ciuman yang ga perlu, gombalin Minke yang cringe, konflik di rumah pelacuran yang kurang jelas, pemikiran Minke yang kurang ditonjolkan, dan kurangnya adegan bersama Jean. Khusus adegan Minke dan Jean yang sedikit, mungkin karena pertimbangan durasi film yang telah 3 jam. Lalu kekurangan lainnya, kurang diperlihatkannya kemampuan nyai Ontosoroh dalam mengelola perkebunan/pertanian sehingga kesannya hanya sebagai tukang check kerjaan anak buahnya saja.

Bagi penonton yang belum membaca novelnya, mungkin heran kenapa filmnya sad ending. Karena memang seperti itulah yang terjadi di novelnya. Bahkan 3 novel lainnya yang merupakan kelanjutan Bumi Manusia juga sad ending. Karena inti ceritanya itu bukan kayak cerita mainstream lainnya dimana yang benar akan selalu menang. Tapi ini adalah cerita yang dekat dengan realita kehidupan. Adakalanya yang benar akan kalah oleh penguasa dan ketidakadilan. Cerita yang disampaikan Pram itu ingin menggugah kesadaran kita dalam menjadi manusia dan bangsa.

Secara keseluruhan film ini cukup bagus, walaupun ga sempurna. Layak untuk ditonton. Terima kasih Falcon Pictures. Terima kasih Hanung Bramantyo. Semoga filmnya lanjut ke Anak Semua Bangsa.