Minggu, 09 Maret 2025

Review Novel Animal Farm: Ketika Revolusi Berakhir dengan Kekecewaan

 

Pernah nggak sih, kamu ngerasa kalau dunia ini lucu? Orang-orang yang dulu teriak tentang keadilan, begitu punya kuasa malah jadi lebih nyebelin dari yang mereka lawan. Nah, kira-kira itulah yang diceritakan di Animal Farm, novel klasik karya George Orwell. Jangan tertipu sama judulnya, ini bukan cerita tentang hewan-hewan lucu di peternakan, tapi sindiran tajam soal kekuasaan, politik, dan bagaimana ambisi bisa mengubah segalanya.

Ceritanya dimulai di sebuah peternakan, di mana hewan-hewan udah muak sama perlakuan majikannya, seorang manusia yang pemalas dan semena-mena. Mereka akhirnya memberontak, ngusir si manusia, dan mendirikan sistem sendiri di mana semua hewan punya hak yang sama. Ini ibarat Indonesia dulu ketika melawan penjajah Belanda dan Jepang. Kedengarannya keren, kan? Tapi ya namanya juga cerita politik, nggak ada yang berjalan semulus itu. Perlahan-lahan, babi-babi, yang katanya hewan paling pintar di peternakan, mulai mengambil alih kepemimpinan. Salah satu babi, Napoleon, pelan tapi pasti berubah dari pemimpin revolusi menjadi penguasa yang lebih buruk dari manusia yang mereka gulingkan dulu.

Salah satu bagian yang bikin Animal Farm ngena banget adalah momen pembangunan kincir angin. Napoleon ngejual ide ini sebagai proyek besar yang bakal bikin hidup hewan-hewan lebih sejahtera. Tapi pada kenyataannya? Hewan-hewan kerja rodi tanpa imbalan yang layak, sementara para babi hidup makin nyaman. Ini semacam janji-janji pembangunan yang sering kita dengar, tapi akhirnya rakyat yang harus nanggung beban terberatnya.

Dan yang nggak kalah menarik, Napoleon juga memainkan strategi politik klasik: mencari musuh bersama. Dia menuduh Snowball, babi lain yang dulu juga berjuang dalam revolusi, sebagai pengkhianat dan penyebab semua masalah di peternakan. Setiap ada bencana, gagal panen, atau kincir angin roboh, semuanya langsung disalahkan ke Snowball. Padahal, Snowball udah diusir sejak lama dan nggak jelas keberadaannya. Ini mirip banget sama taktik di dunia nyata, di mana pemimpin sering cari kambing hitam buat nutupin kegagalan mereka sendiri. Musuhnya bisa siapa aja, oposisi, media, ideologi, kelompok tertentu, yang penting perhatian rakyat dialihkan dan mereka tetap bisa berkuasa tanpa banyak ditanya.

Tapi Napoleon nggak cuma jago main propaganda, dia juga tahu kalau kekuasaan butuh alat untuk menekan yang berani melawan. Makanya, dia sengaja memelihara sekelompok anjing sejak kecil, membesarkan mereka dengan loyalitas buta, dan menjadikannya pasukan pengaman pribadi. Anjing-anjing ini bertugas menakuti hewan lain, menyingkirkan yang berani bersuara, dan memastikan Napoleon tetap tak tersentuh. Kedengeran familiar? Yap, dalam dunia nyata, pemimpin sering punya alat kekuasaan sendiri, bisa berupa aparat yang setia, buzzer yang terus membela, atau kelompok tertentu yang siap membungkam kritik. Intinya, yang berkuasa nggak akan membiarkan rakyat punya suara yang terlalu keras.

Yang bikin lebih ngeselin lagi, peraturan yang awalnya dibuat buat memastikan kesetaraan malah mulai diubah seenaknya. Sampai akhirnya muncul kutipan yang paling legendaris dari buku ini: “All animals are equal, but some animals are more equal than others”. Kalau diterjemahin bebas, kira-kira artinya: “Semua hewan setara, tapi ada yang lebih setara dari yang lain.” Aneh? Banget! Tapi bukannya ini juga kejadian di dunia nyata?

Buku ini, walaupun ditulis tahun 1945, masih relate banget sama kondisi sekarang. Tentang bagaimana kekuasaan itu gampang bikin orang lupa diri, gimana janji-janji revolusi bisa berubah jadi omong kosong, dan gimana yang kuat selalu cari cara biar tetap berkuasa. Orwell nunjukin dengan cara yang sederhana tapi bikin mikir: apakah kita benar-benar belajar dari sejarah, atau cuma muter di lingkaran yang sama?

Kalau kamu belum baca Animal Farm, aku saranin banget buat coba. Bukunya nggak tebal, halamannya ga terlalu banyak, bahasanya juga nggak ribet, tapi pesannya dalem. Ini bukan sekadar cerita tentang hewan, tapi cermin yang bikin kita sadar, kadang dunia nyata nggak jauh beda dari peternakan yang dikuasai Napoleon dan kawan-kawannya. Kesimpulannya, jangan jadi BABI dan ANJING.